cari di sini

Rabu, 11 Agustus 2010

askep ISPA pada anak

Asuhan Keperawatan Anak Preschool dengan ISPA
A.      Definisi
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah radang akut saluran pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus, maupun reketsia tanpa atau disertai dengan radang parenkim paru.
ISPA adalah masuknya mikroorgamisme (bakteri, virus, riketsia) ke dalam saluran pernafasan yang menimbulkan gejala penyakit yang dapat berlangsung sampai 14 hari.

B.      Tanda dan Gejala
-          Pilek biasa
-          Keluar sekret cair dan jernih dari hidung
-          Kadang bersin-bersin
-          Sakit tenggorokan
-          Batuk
-          Sakit kepala
-          Sekret menjadi kental
-          Demam
-          Nausea
-          Muntah
-          Anoreksia

C.      Etiologi
Etiologi ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur. Bakteri penyebabnya antara lain dari genus streptokokus, stafilokokus, pnemokokus, hemofilus, bordetella, dan korinebacterium. Virus penyebabnya antara lain golongan mikovirus, adenovirus, koronavirus, pikornavirus, mikoplasma, herpesvirus.
Bakteri dan virus yang paling sering menjadi penyebab ISPA diantaranya bakteri stafilokokus dan streptokokus serta virus influenza yang di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan dan hidung.
Biasanya bakteri dan virus tersebut menyerang anak-anak usia dibawah 2 tahun yang kekebalan tubuhnya lemah atau belum sempurna. Peralihan musim kemarau ke musim hujan juga menimbulkan risiko serangan ISPA.
Beberapa faktor lain yang diperkirakan berkontribusi terhadap kejadian ISPA pada anak adalah rendahnya asupan antioksidan, status gizi kurang, dan buruknya sanitasi lingkungan.

D.      Penyebaran Penyakit
Pada ISPA, dikenal 3 cara penyebaran infeksi, yaitu:
1.       Melalui areosol (partikel halus) yang lembut, terutama oleh karena batuk-batuk
2.       Melalui areosol yang lebih berat, terjadi pada waktu batuk-batuk dan bersin
3.       Melalui kontak langsung atau tidak langsung dari benda-benda yang telah dicemari oleh jasad renik.

E.       Tingkat Penyakit ISPA
1.       Ringan
Batuk tanpa pernafasan cepat atau kurang dari 40 kali/menit, hidung tersumbat atau berair, tenggorokan merah, telinga berair.
2.       Sedang
Batuk dan napas cepat tanpa stridor, gendang telinga merah, dari telinga keluar cairan kurang dari 2 minggu. Faringitis purulen dengan pembesaran kelenjar limfe leher yang nyeri tekan (adentis servikal).
3.       Berat
Batuk dengan nafas cepat dan stridor, membran keabuan di faring, kejang, apnea, dehidrasi berat atau tidur terus, tidak ada sianosis.
4.       Sangat Berat
Batuk dengan nafas cepat, stridor dan sianosis serta tidak dapat minum.
F.       Faktor Risiko
Faktor-faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya ISPA:
1.       Usia
Anak yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk menderita atau terkena penyakit ISPA lebih besar bila dibandingkan dengan anak yang usianya lebih tua karena daya tahan tubuhnya lebih rendah.
2.       Status Imunisasi
Annak dengan status imunisasi yang lengkap, daya tahan tubuhnya lebih baik dibandingkan dengan anak yang status imunisasinya tidak lengkap.
3.       Lingkungan
Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di kota-kota besar dan asap rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA pada anak.

G.     Pencegahan
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA pada anak antara lain:
1.       Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik, diantaranya dengan cara memberikan makanan kepada anak yang mengandung cukup gizi.
2.       Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan tubuh terhadap penyakit baik.
3.       Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan agar tetap bersih.
4.       Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA. Salah satu cara adalah memakai penutup hidung dan mulut bila kontak langsung dengan anggota keluarga atau orang yang sedang menderita penyakit ISPA.

H.     Asuhan Keperawatan
1.       Pengkajian
Riwayat kesehatan:
-       Keluhan utama (demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan)
-       Riwayat penyakit sekarang (kondisi klien saat diperiksa)
-       Riwayat penyakit dahulu (apakah klien pernah mengalami penyakit seperti yang dialaminya sekarang)
-       Riwayat penyakit keluarga (adakah anggota keluarga yang pernah mengalami sakit seperti penyakit klien)
-       Riwayat sosial (lingkungan tempat tinggal klien)
Pemeriksaan fisik à difokuskan pada pengkajian sistem pernafasan
a.       Inspeksi
-       Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan
-       Tonsil tampak kemerahan dan edema
-       Tampak batuk tidak produktif
-       Tidak ada jaringan parut pada leher
-       Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan cuping hidung.
b.      Palpasi
-       Adanya demam
-       Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan pada nodus limfe servikalis
-       Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
c.       Perkusi
-       Suara paru normal (resonance)
d.      Auskultasi
-       Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru

2.       Diagnosa Keperawatan
1)    Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi
Tujuan  : suhu tubuh normal berkisar antara 36 – 37,5 °C
Intervensi:
a.       Observasi tanda-tanda vital
b.      Anjurkan klien/keluarga untuk kompres pada kepala/aksila
c.       Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan dapat menyerap keringat seperti pakaian dari bahan katun.
d.      Atur sirkulasi udara
e.      Anjurkan klien untuk minum banyak ± 2000 – 2500 ml/hari
f.        Anjurkan klien istirahat di tempat tidur selama fase febris penyakit.
g.       Kolaborasi dengan dokter:
-       Dalam pemberian terapi, obat antimikrobial
-       Antipiretika
Rasionalisasi:
a.       Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan perawatan selanjutnya
b.      Dengan memberikan kompres, maka akan terjadi proses konduksi/perpindahan panas dengan bahan perantara.
c.       Proses hilanganya panas akan terhalangi untuk pakaian yang tebal dan tidak akan menyerap keringat.
d.      Penyediaan udara bersih
e.      Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat
f.        Tirah baring untuk mengurangi metabolisme dan panas
g.       Untuk mengontrol infeksi pernafasan dan menurunkan panas

2)    Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
Tujuan:
-       Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah pada BB normal.
-       Klien dapat menoleransi diet yang dianjurkan
-       Tidak menunjukkan tanda malnutrisi
Intervensi:
a.       Kaji kebiasaan diet, input-output dan timbang BB setiap hari.
b.      Berikan makan porsi kecil tapi sering dan dalam keadaan hangat.
c.       Tingkatkan tirah baring
d.      Kolaborasi: konsultasi ke ahli gizi untuk memberikan diet sesuai kebutuhan klien.

Rasionalisasi:
a.       Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan BB dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
b.      Untuk menjamin nutrisi adekuat/meningkatkan kalori total
c.       Nafsu makan dapat dirangsang pada situasi rileks, bersih, dan menyenangkan.
d.      Untuk mengurangi kebutuhan metabolik
e.      Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi atau kebutuhan individu untuk memberikan nutrisi maksimal.

3)    Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil
Tujuan: nyeri berkurang/terkontrol
Intervensi:
a.       Teliti keluhan nyeri, catat intensitasnya (dengan skala 0 – 10 ), faktor yang memperburuk atau meredakan nyeri, lokasi, lama, dan karakteristiknya.
b.      Anjurkan klien untuk menghindari alergen/iritan terhadap debu, bahan kimia, asap rokkok, dan mengistirahatkan/meminimalkan bicara bila suara serak.
c.       Anjurkan untuk melakukan kumur air hangat
d.      Kolaborasi: berikan obat sesuai indikasi (steroid oral, IV, dan inhalasi, & analgesik)
Rasionalisasi:
a.       Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan suatu hal yang amat penting untuk memilih intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang diberikan.
b.      Mengurangi bertambahberatnya penyakit
c.       Peningkatan sirkulasi pada daerah tenggorokan serta mengurangi nyeri tenggorokan.
d.      Kortikosteroid digunakan untuk mencegah reaksi alergi/menghambat pengeluaran histamin dalam inflamasi pernafasan. Analgesik untuk mengurangi nyeri.

4)    Risiko tinggi penularan infeksi b.d tidak kuatnya pertahanan sekunder (adanya infeksi penekanan imun)
Tujuan: tidak terjadi penularan, tidak terjadi komplikasi
Intervensi:
a.       Batasi pengunjung sesuai indikasi
b.      Jaga keseimbangan antara istirahat dan aktivitas
c.       Tutup mulut dan hidung jika hendak bersin
d.      Tingkatkan daya tahan tubuh, terutama anak dibawah usia 2 tahun, lansia, dan penderita penyakit kronis. Konsumsi vitamin C, A dan mineral seng atau anti oksidan jika kondisi tubuh menurun/asupan makanan berkurang.
e.      Kolaborasi pemberian obat sesuai hasil kultur
Rasionalisasi:
a.       Menurunkan potensi terpajan pada penyakit infeksius
b.      Menurunkan konsumsi/kebutuhan keseimbangan O₂ dan memperbaiki pertahanan klien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan.
c.       Mencegah penyebaran patogen melalui cairan
d.      Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi.
e.      Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur dan sensitifitas atau diberikan secara profilaktik karena risiko tinggi.
semoga bermanfaat....!!!!!!!
klik di sini untuk askep melihat askep yg laen...

Minggu, 11 Juli 2010

Resume Keperawatan

Resume Keperawatan

A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 23 Juni 2008 jam 08.00 WIB pada pasien Ny. S di RSU Purbowangi Gombong Ruang Rahmah (17) oleh Nur Angky Wibisono.
1. Identitas Pasien
Ny. S, 45 tahun, jenis kelamin perempuan, suku Jawa, Indonesia, pendidikan SD, agama Islam, pekerjaan tani, alamat Candirenggo RT 6/5 Ayah, tanggal masuk 16 Juni 2008 pukul 18.30 WIB.
2. Riwayat Keperawatan



Keluhan utama pasien nyeri pada perutnya, perut kembung, tidak bisa bab. Pasien mengatakan sudah menderita penyakit ini sejak satu minggu yang lalu dan sudah diobati ke Puskesmas dan mantri tetapi tidak juga sembuh. Sebelum masuk ke rumah sakit, pasien mengeluh perut terasa kencang, kembung, badan panas, mual, muntah, badan lemas, pasien tidak bisa BAB, tidak bisa kentut. Kemudian oleh keluarga dibawa ke RSU Purbowangi Gombong tanggal 16 Juni 2008 jam 18.30 WIB. Sampai di IGD keadaan umum lemah, kesadaran komposmentis, tekanan darah 110/80 mmHg. Nadi 84 x/menit, suhu badan 38,50C, pernafasan 20 x/menit. Pasien dianjurkan rawat inap dan mendapat terapi infus RL 20 tetes/menit. Dan dari hasil pemeriksaan dan pengkajian diperoleh data adanya obstruksi usus dan harus dilakukan operasi laparatomi. Operasi laparatomi dilakukan pada tanggal 17 Juni 2008 pukul 21.00 WIB. Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 23 Juni 2008 diperoleh data pasien mengatakan nyeri apda bekas luka operasi, dengan skala nyeri 4, wajah terlihat meringis kesakitan, pasien berbaring di tempat tidur tidak bisa beraktifitas, pasien mengatakan nafsu makan menurun hanya menghabiskan 4 sendok dari yang disediakan rumah sakit. Pasien BAB lebih dari 3 kali perhari, dengan konsistensi lembek. Gerak dan keseimbangan pasien belum bisa melakukan aktivitas karena pasien masih merasa lemas, nyeri pada perutnya apabila digerakkan, aktivitas selalu dibantu oleh keluarganya, pasien menanyakan tentang penyakit dan perawatannya.
Pemeriksaan fisik pada saat pengkajian keadaan umum pasien lemah, kesadaran komposmentis, tekanan darah 120/70 mmHg, pernafasan 24 x/menit, suhu 37,20C, mata bentuk simetris, konjungtiva anemis, kebersihan rambut kurang, rambut terlihat kotor dan kusam, perut terasa nyeri pada bekas operasinya dan ada nyeri tekan, peristaltik terdengar cepat. Pasien mengatakan lukanya tidak sembuh-sembuh dan terasa sakit, terdapat luka operasi sepanjang kurang lebih 10 cm dengan jahitan luka sebanyak 12 pada daerah abdomen bawah pusat, luka operasi kering tidak ada pus, balutan luka bersih, pada ekstremitas atas kanan terpasang infus RL 20 tetes/menit.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 18 Juni 2008 Hb 9,6 %, lekosit 7.400/m3, gula sewaktu 110mg/dl, kalium 2,7 md/L dan pada 21 Juni 2008 ureum 89,0 mgr/dl, creatinin 1,6 mgr/dl, albumin 2,7 mgr/dl, kalium 2,8 md/l. Mendapat terapi obat cefotaxim 2 x 1000 mg, metronidasol infus 2 x 500 mg, Alinamin F 3 x 10 ml, Toradol 3 x 1 ml, Cimetidin 3 x 1 ml, Lasix 3 x 1 ml, Novalgin Extra 1 x 2 ml, obat oral Aspark 1 x 1 tablet dan Sanmol 3 x 500 mg. Diit pasien bubur halus.
3. Pengkajian Fokus
Pada tanggal 23 Juli 2008 pukul 08.00 WIB didapatkan data-data antara lain pasien mengatakan nyeri pada luka bekas operasi dan perutnya terasa sakit bila ditekan, nafsu makan pasien menurun dan hanya menghabiskan 5 sendok makan, pasien merasa lemas, berat badan menurun, adanya luka bekas operasi sepanjang 10 cm, terpasang infus RL dan terpasan kateter, perutnya terasa nyeri bila digerakkan, keadaan pasien lemas, pasien belum bisa melakukan aktivitas, semua keperluan masih dibantu oleh keluarga dan perawat. Pasien hanya tiduran di tempat tidur, personal hygiene masih kurang dengan terlihat rambut pasien yang kusam dan kotor, tanda-tanda vital tekanan darah 120/70 mmHg, pernafasan 24 x/menit, nadi 84 xmenit, suhu 37,20C, pemeriksaan laboratorium tanggal 18 Juni 2008 Hb 9,6 %, lekosit 7.400/m3, gula sewaktu 110 mg/dl, kalium 2,7 md/L dan pada tanggal 21 Juni 2008 ureum 89,0 mgr/dl, creatinin 1,6 mgr/dl, albumin 2,7 mgr/dl, kalium 2,8 md/l. Mendapat terapi obat cefotaxim 2 x 1000 mg, metronidasol infus 2 x 500 mg, Alinamin F 3 x 10 ml, Toradol 3 x 1 ml, Cimetidin 3 x 1 ml, Lasix 3 x 1 ml, Novalgin Extra 1 x 2 ml, obat oral Aspark 1 x 1 tablet dan Sanmol 3 x 500 mg.


semoga bermanfaat..!!!!!!!!
kumpulan askep klik disini

Jumat, 09 Juli 2010

Askep Meningitis


Meningitis

A. Pengertian
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur(Smeltzer, 2001).

Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996).

Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).

B. Etiologi
  1. Bakteri : Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.
  2. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
  3. Faktor predisposisi : jenis kelamin lakilaki lebih sering dibandingkan dengan wanita.
  4. Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan.
  5. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.
  6. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan sistem persarafan.

C. Klasifikasi

Meningitis di bagi menjadi 2 bagian berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu :
  1. Meningitis serosa
    Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
  2. Meningitis purulenta
    Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.

D. Patofisiologi
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti dengan septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas.

Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.

Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK.

Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus.

E. Manifestasi klinis

Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :
  1. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)
  2. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma.
  3. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb :


    • Rigiditas nukal (kaku leher). Upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
    • Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
    • Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan.
  4. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
  5. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tanda-tanda vital(melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran.
  6. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.
  7. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler diseminata.

F. Pemeriksaan Diagnostik
  1. Analisis CSS dari fungsi lumbal :


    • Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel darah putih dan protein meningkat glukosa meningkat, kultur positip terhadap beberapa jenis bakteri.
    • Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus.
  2. Glukosa serum : meningkat (meningitis)
  3. LDH serum : meningkat (meningitis bakteri)
  4. Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi bakteri)
  5. Elektrolit darah : Abnormal.
  6. Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi.
  7. MRI/ skan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor.
  8. Rontgen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial.

G. Komplikasi
  1. Hidrosefalus obstruktif
  2. MeningococcL Septicemia (mengingocemia)
  3. Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal bilateral)
  4. SIADH (Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone)
  5. Efusi subdural
  6. Kejang
  7. Edema dan herniasi serebral
  8. Cerebral palsy
  9. Gangguan mental
  10. Gangguan belajar
  11. Attention deficit disorder.
Download Askep Meningitis


Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Meningitis

A. Pengkajian
  1. Biodata klien.
  2. Riwayat kesehatan yang lalu


    • Apakah pernah menderita penyait ISPA dan TBC ?
    • Apakah pernah jatuh atau trauma kepala ?
    • Pernahkah operasi daerah kepala ?
  3. Riwayat kesehatan sekarang


    • Aktivitas
      Gejala : Perasaan tidak enak (malaise). Tanda : ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter.
    • Sirkulasi
      Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi : endokarditis dan PJK. Tanda : tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi berat, taikardi, disritmia.
    • Eliminasi
      Tanda : Inkontinensi dan atau retensi.
    • Makanan/cairan
      Gejala : Kehilangan nafsu makan, sulit menelan. Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek dan membran mukosa kering.
    • Higiene
      Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.
    • Neurosensori
      Gejala : Sakit kepala, parestesia, terasa kaku pada persarafan yang terkena, kehilangan sensasi, hiperalgesia, kejang, diplopia, fotofobia, ketulian dan halusinasi penciuman. Tanda : letargi sampai kebingungan berat hingga koma, delusi dan halusinasi, kehilangan memori, afasia,anisokor, nistagmus,ptosis, kejang umum/lokal, hemiparese, tanda brudzinki positif dan atau kernig positif, rigiditas nukal, babinski positif,reflek abdominal menurun dan reflek kremastetik hilang pada laki-laki.
    • Nyeri/keamanan
      Gejala : sakit kepala(berdenyut hebat, frontal). Tanda : gelisah, menangis.
    • Pernafasan
      Gejala : riwayat infeksi sinus atau paru. Tanda : peningkatan kerja pernafasan.

B. Diagnosa Keperawatan
  1. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi sehubungan dengan diseminata hematogen dari patogen.
  2. Risiko tinggi terhadap perubahan serebral dan perfusi jaringan sehubungan dengan edema serebral, hipovolemia.
  3. Risisko tinggi terhadap trauma sehubungan dengan kejang umum/fokal, kelemahan umum, vertigo.
  4. Nyeri (akut) sehubungan dengan proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi.
  5. Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan
  6. Anxietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman kematian.

C. Intervensi
  1. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi sehubungan dengan diseminata hematogen dari patogen.
    Mandiri :


    • Beri tindakan isolasi sebagai pencegahan
    • Pertahan kan teknik aseptik dan teknik cuci tangan yang tepat.
    • Pantau suhu secara teratur
    • Kaji keluhan nyeri dada, nadi yang tidak teratur demam yang terus menerus
    • Auskultasi suara nafas ubah posisi pasien secara teratur, dianjurkan nafas dalam
    • Cacat karakteristik urine (warna, kejernihan dan bau)

    Kolaborasi :


    • Berikan terapi antibiotik iv: penisilin G, ampisilin, klorampenikol, gentamisin.
  2. Resiko tinggi terhadap perubahan cerebral dan perfusi jaringan sehubungan dengan edema serebral, hipovolemia.
    Mandiri :


    • Tirah baring dengan posisi kepala datar.
    • Pantau status neurologis.
    • Kaji regiditas nukal, peka rangsang dan kejang.
    • Pantau tanda vital dan frekuensi jantung, penafasan, suhu, masukan dan haluaran.
    • Bantu berkemih, membatasi batuk, muntah mengejan.

    Kolaborasi :


    • Tinggikan kepala tempat tidur 15-45 derajat.
    • Berikan cairan iv (larutan hipertonik, elektrolit).
    • Pantau BGA.
    • erikan obat : steoid, clorpomasin, asetaminofen.
  3. Resiko tinggi terhadap trauma sehubungan dengan kejang umum/vokal, kelemahan umum vertigo.
    Mandiri :


    • Pantau adanya kejang
    • Pertahankan penghalang tempat tidur tetap terpasang dan pasang jalan nafas buatan.
    • Tirah baring selama fase akut kolaborasi berikan obat : venitoin, diaepam, venobarbital.
  4. Nyeri (akut ) sehubungan dengan proses infeksi, toksin dalam sirkulasi.
    Mandiri :


    • Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin di atas mata, berikan posisi yang nyaman kepala agak tinggi sedikit, latihan rentang gerak aktif atau pasif dan masage otot leher.
    • Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman(kepala agak tingi)
    • Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif.
    • Gunakan pelembab hangat pada nyeri leher atau pinggul.

    Kolaborasi :


    • Berikan anal getik, asetaminofen, codein
  5. Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan kerusakan neuromuskuler.


    • Kaji derajat imobilisasi pasien.
    • Bantu latihan rentang gerak.
    • Berikan perawatan kulit, masase dengan pelembab.
    • Periksa daerah yang mengalami nyeri tekan, berikan matras udsra atau air perhatikan kesejajaran tubuh secara fumgsional.
    • Berikan program latihan dan penggunaan alat mobiluisasi.
  6. Perubahan persepsi sensori sehubungan dengan defisit neurologis


    • Pantau perubahan orientasi, kemamapuan berbicara,alam perasaaan, sensorik dan proses pikir.
    • Kaji kesadara sensorik : sentuhan, panas, dingin.
    • Observasi respons perilaku.
    • Hilangkan suara bising yang berlebihan.
    • Validasi persepsi pasien dan berikan umpan balik.
    • Beri kessempatan untuk berkomunikasi dan beraktivitas.
    • Kolaborasi ahli fisioterapi, terapi okupasi,wicara dan kognitif.
  7. Ansietas sehubungan dengan krisis situasi, ancaman kematian.


    • Kaji status mental dan tingkat ansietasnya.
    • Berikan penjelasan tentang penyakitnya dan sebelum tindakan prosedur.
    • Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaan.
    • Libatkan keluarga/pasien dalam perawatan dan beri dukungan serta petunjuk sumber penyokong.

H. Evaluasi

Hasil yang diharapkan :
  1. Mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa bukti penyebaran infeksi endogen atau keterlibatan orang lain.
  2. Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik dan fungsi motorik/sensorik, mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil.
  3. Tidak mengalami kejang/penyerta atau cedera lain.
  4. Melaporkan nyeri hilang/terkontrol dan menunjukkan postur rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat.
  5. Mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional optimal dan kekuatan.
  6. Meningkatkan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi.
  7. Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang dan mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang situasi.




semoga bermanfaat......!!!!!!!!!!!!!!
kumpilan askep klik disini

    ASKEP TB PARU


    TB PARU

    A. Pengertian
    Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Kuman batang tanhan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Ada beberapa mikrobakteria patogen , tettapi hanya strain bovin dan human yang patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 μm, ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah.

    B. Etiologi

    Penyebabnya adalah kuman microorganisme yaitu mycobacterium tuberkulosis dengan ukuran panjang 1 – 4 um dan tebal 1,3 – 0,6 um, termasuk golongan bakteri aerob gram positif serta tahan asam atau basil tahan asam.


    C. Patofisiologi

    Penularan terjadi karena kuman dibatukan atau dibersinkan keluar menjadi droflet nuklei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1 – 2 jam, tergantung ada atau tidaknya sinar ultra violet. dan ventilasi yang baik dan kelembaban. Dalam suasana yang gelap dan lembab kuman dapat bertahan sampai berhari – hari bahkan berbulan, bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang yang sehat akan menempel pada alveoli kemudian partikel ini akan berkembang bisa sampai puncak apeks paru sebelah kanan atau kiri dan dapat pula keduanya dengan melewati pembuluh linfe, basil berpindah kebagian paru – paru yang lain atau jaringan tubuh yang lain.
    Setelah itu infeksi akan menyebar melalui sirkulasi, yang pertama terangsang adalah limfokinase, yaitu akan dibentuk lebih banyak untuk merangsang macrofage, berkurang tidaknya jumlah kuman tergantung pada jumlah macrofage. Karena fungsinya adalah membunuh kuman / basil apabila proses ini berhasil & macrofage lebih banyak maka klien akan sembuh dan daya tahan tubuhnya akan meningkat.
    Tetapi apabila kekebalan tubuhnya menurun maka kuman tadi akan bersarang didalam jaringan paru-paru dengan membentuk tuberkel (biji – biji kecil sebesar kepala jarum).
    Tuberkel lama kelamaan akan bertambah besar dan bergabung menjadi satu dan lama-lama timbul perkejuan ditempat tersebut.apabila jaringan yang nekrosis dikeluarkan saat penderita batuk yang menyebabkan pembuluh darah pecah, maka klien akan batuk darah (hemaptoe).


    D. Tanda dan Gejala

    Tanda dan gejala pada klien secara obyektif adalah :
    1. Keadaan postur tubuh klien yang tampak etrangkat kedua bahunya.
    2. BB klien biasanya menurun; agak kurus.
    3. Demam, dengan suhu tubuh bisa mencapai 40 - 41° C.
    4. Batu lama, > 1 bulan atau adanya batuk kronis.
    5. Batuk yang kadang disertai hemaptoe.
    6. Sesak nafas.
    7. Nyeri dada.
    8. Malaise, (anorexia, nafsu makan menurun, sakit kepala, nyeri otot, berkeringat pada malam hari).


    E. Pemeriksaan Penunjang
    1. Kultur sputum : positif untuk mycobakterium pada tahap akhir penyakit.
    2. Ziehl Neelsen : (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) positif untuk basil asam cepat.
    3. Test kulit : (PPD, Mantoux, potongan vollmer) ; reaksi positif (area durasi 10 mm) terjadi 48 – 72 jam setelah injeksi intra dermal. Antigen menunjukan infeksi masa lalu dan adanya anti body tetapi tidak secara berarti menunjukan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mycobacterium yang berbeda.
    4. Elisa / Western Blot : dapat menyatakan adanya HIV.
    5. Foto thorax ; dapat menunjukan infiltrsi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan, perubahan menunjukan lebih luas TB dapat masuk rongga area fibrosa.
    6. Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan gaster ; urien dan cairan serebrospinal, biopsi kulit ) positif untuk mycobakterium tubrerkulosis.
    7. Biopsi jarum pada jarinagn paru ; positif untuk granula TB ; adanya sel raksasa menunjukan nekrosis.
    8. Elektrosit, dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi ; ex ;Hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TB paru luas. GDA dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.
    9. Pemeriksaan fungsi pada paru ; penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkhim / fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis luas).


    F. Penatalaksanaan


    Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
    1. Jangka pendek.
      Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1 – 3 bulan.


      • Streptomisin inj 750 mg.
      • Pas 10 mg.
      • Ethambutol 1000 mg.
      • Isoniazid 400 mg.
      Kemudian dilanjutkan dengan jangka panjang, tata cara pengobatannya adalah setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan, tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi.
      Therapi TB paru dapat dilakkukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan dengan jenis :



      • INH.
      • Rifampicin.
      • Ethambutol.
      Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan menjadi 6-9 bulan.
    2. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat :

      • Rifampicin.
      • Isoniazid (INH).
      • Ethambutol.
      • Pyridoxin (B6).


    ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TUBERKULOSIS PARU
    (TB PARU)

    A. Pengkajian
    1. Aktivitas / istirahat.
      Gejala :


      • Kelelahan umum dan kelemahan.
      • Nafas pendek karena bekerja.
      • Kesulitan tidur pada malam atau demam pada malam hari, menggigil dan atau berkeringat.
      • Mimpi buruk.

      Tanda :



      • Takhikardi, tachipnoe, / dispnoe pada kerja.
      • Kelelahan otot, nyeri dan sesak (pada tahap lanjut).
    2. Integritas Ego.
      Gejala :


      • Adanya faktor stres lama.
      • Masalah keuanagan, rumah.
      • Perasaan tak berdaya / tak ada harapan.
      • Populasi budaya.

      Tanda :



      • Menyangkal. (khususnya selama tahap dini).
      • Ancietas, ketakutan, mudah tersinggung.
    3. Makanan / cairan.
      Gejala :


      • Anorexia.
      • Tidak dapat mencerna makanan.
      • Penurunan BB.

      Tanda :



      • Turgor kulit buruk.
      • Kehilangan lemak subkutan pada otot.
    4. Nyeri / kenyamanan.
      Gejala :


      • Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

      Tanda :



      • Berhati-hati pada area yang sakit.
      • Perilaku distraksi, gelisah.
    5. Pernafasan.
      Gejala :


      • Batuk produktif atau tidak produktif.
      • Nafas pendek.
      • Riwayat tuberkulosis / terpajan pada individu terinjeksi.

      Tanda :



      • Peningkatan frekuensi nafas.
      • Pengembangan pernafasan tak simetris.
      • Perkusi dan penurunan fremitus vokal, bunyi nafas menurun tak secara bilateral atau unilateral (effusi pleura / pneomothorax) bunyi nafas tubuler dan / atau bisikan pektoral diatas lesi luas, krekels tercatat diatas apeks paru selam inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekels – posttusic).
      • Karakteristik sputum ; hijau purulen, mukoid kuning atau bercampur darah.
      • Deviasi trakeal ( penyebaran bronkogenik ).
      • Tak perhatian, mudah terangsang yang nyata, perubahan mental ( tahap lanjut ).
    6. Keamanan.
      Gejala :


      • Adanya kondisi penekana imun, contoh ; AIDS, kanker, tes HIV positif (+)

      Tanda :



      • Demam rendah atau sakit panas akut.
    7. Interaksi sosial.
      Gejala :


      • Perasaan isolasi / penolakan karena penyakit menular.
      • Perubahan pola biasa dalam tangguang jaawab / perubahan kapasitas fisik untuk melaksankan peran.
    8. Penyuluhan / pembelajaran.
      Gejala :


      • Riwayat keluarga TB.
      • Ketidakmampuan umum / status kesehatan buruk.
      • Gagal untuk membaik / kambuhnya TB.
      • Tidak berpartisipasi dalam therapy.


    B. Diagnosa keperawatan Yang Muncul
    1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
    2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.


    C. Intervensi


    Diagnosa Keperawatan 1. :
    Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
    Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif.
    Kriteria hasil :
    • Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara.
    • Mendemontrasikan batuk efektif.
    • Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.
    Intervensi :
    • Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
      R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
    • Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
      R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
    • Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
      R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
    • Lakukan pernapasan diafragma.
      R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
    • Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut. Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
      R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
    • Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
      R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
    • Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
      R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
    • Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
      R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
    • Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter : pemberian expectoran, pemberian antibiotika, konsul photo toraks.
      R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
    Diagnosis Keperawatan 2. :
    Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
    Tujuan : Pertukaran gas efektif.
    Kriteria hasil :
    • Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.
    • Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
    • Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
    Intervensi :
    • Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
      R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
    • Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
      R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
    • Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
      R/Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
    • Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
      R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
    • Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
      R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
    • Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter : pemberian antibiotika, pemeriksaan sputum dan kultur sputum, konsul photo toraks.R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya 



    semoga bermanfaat......!!!!!!!!!!!!!!
    kumpilan askep klik disini

    askep Sinusitis

    Sinusitis


    A. Pengertian
    Sinusitis adalah merupakan penyakit infeksi sinus yang disebabkan oleh kuman atau virus.


    B. Etiologi
    1. Rinogen
      Obstruksi dari ostium Sinus (maksilaris/paranasalis) yang disebabkan oleh :


      • Rinitis Akut (influenza)
      • Polip, septum deviasi
    2. Dentogen
      Penjalaran infeksi dari gigi geraham atas
      Penyebabnya adalah kuman :


      • Streptococcus pneumoniae
      • Hamophilus influenza
      • Steptococcus viridans
      • Staphylococcus aureus
      • Branchamella catarhatis

    C. Tanda dan Gejala

    1. Febris, pilek kental, berbau, bisa bercampur darah
    2. Nyeri pada :


      • Pipi : biasanya unilateral
      • Kepala : biasanya homolateral, terutama pada sorehari
      • Gigi (geraham atas) homolateral.
    3. Hidung :


      • buntu homolateral
      • Suara bindeng

    D. Pemeriksaan Penunjang
    1. Rinoskopi anterior :


      • Mukosa merah
      • Mukosa bengkak
      • Mukopus di meatus medius
    2. Rinoskopi postorior


      • Mukopus nasofaring
    3. Nyeri tekan pipi yang sakit
    4. Transiluminasi : kesuraman pada ssisi yang sakit
    5. X Foto sinus paranasalis


      • Kesuraman
      • Gambaran “airfluidlevel”
      • Penebalan mukosa

    E. Penatalaksanaan
    1. Drainage


      • Medical :


        • Dekongestan lokal : efedrin 1%(dewasa) ½%(anak)
        • Dekongestan oral :Psedo efedrin 3 X 60 mg
      • Surgikal : irigasi sinus maksilaris.
    2. Antibiotik diberikan dalam 5-7 hari (untk akut) yaitu :


      • Ampisilin 4 x 500 mg
      • Amoksilin 3 x 500 mg
      • Sulfametaksol=TMP (800/60) 2 x 1tablet
      • Diksisiklin 100 mg/hari
    3. Simtomatik


      • Prasetamol, metampiron 3 x 500 mg.
    4. Untuk kronis adalah :


      • Cabut geraham atas bila penyebab dentogen
      • Irigasi 1 x setiap minggu (10-20)
      • Operasi Cadwell Luc bila degenerasi mukosa ireversibel (biopsi)




    Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Sinusitis

    A. Pengkajian

    1. Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan,,
    2. Riwayat Penyakit sekarang : penderita mengeluah hidung tersumbat,kepala pusing, badan terasa panas, bicara bendeng.
    3. Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh nyeri kepala sinus, tenggorokan.
    4. Riwayat penyakit dahulu :

      • Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
      • Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
      • Pernah menedrita sakit gigi geraham
    5. Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
    6. Riwayat spikososial

      • Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih)
      • Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
    7. Pola fungsi kesehatan

      • Pola persepsi dan tata laksanahidup sehat
        Untuk mengurangi flu biasanya klien menkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping.
      • Pola nutrisi dan metabolisme
        Biasanya nafsumakan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung
      • Pola istirahat dan tidur
        Selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek
      • Pola Persepsi dan konsep diri
        Klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsepdiri menurun
      • Pola sensorik
        Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).
    8. Pemeriksaan fisik

      • status kesehatan umum : keadaan umum , tanda viotal, kesadaran.
      • Pemeriksaan fisik data focus hidung : nyeri tekan pada sinus, rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).

    B. Diagnosa Keperawatan

    1. Nyeri : kepala, tenggorokan , sinus berhubungan dengan peradangan pada hidung
    2. Cemas berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur tindakan medis(irigasi sinus/operasi)
    3. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan dengan obstruksi /adnya secret yang mengental
    4. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan hiidung buntu., nyeri sekunder peradangan hidung
    5. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nafus makan menurun sekunder dari peradangan sinus
    6. Gangguan konsep diri berhubungan dengan bau pernafasan dan pilek

    C. Intervensi
    1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung
      Tujuan : Nyeri klien berkurang atau hilang
      Kriteria hasil :

      • Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
      • Klien tidak menyeringai kesakitan.

      Intervensi :


      • Kaji tingkat nyeri klien
        R/: Mengetahui tingkat nyeri klien dalam menentukan tindakan selanjutnya
      • Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarganya
        R/: Dengan sebab dan akibat nyeri diharapkan klien berpartisipasi dalam perawatan untuk mengurangi nyeri
      • Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi
        R/: Klien mengetahui tehnik distraksi dn relaksasi sehinggga dapat mempraktekkannya bila mengalami nyeri
      • Observasi tanda tanda vital dan keluhan klien
        R/: Mengetahui keadaan umum dan perkembangan kondisi klien.
      • Kolaborasi dengan tim medis :

        • Terapi konservatif :

          • Obat Acetaminopen; Aspirin, dekongestan hidung
          • Drainase sinus
        • Pembedahan :

          • Irigasi Antral : Untuk sinusitis maksilaris
          • Operasi Cadwell Luc
        R/: Menghilangkan /mengurangi keluhan nyeri klien

    2. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur tindakan medis (irigasi/operasi)
      Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang
      Kriteria hasil:

      • Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya
      • Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.




      Intervensi :
      • Kaji tingkat kecemasan klien
        R/: Menentukan tindakan selanjutnya
      • Berikan kenyamanan dan ketentaman pada klien :

        • Temani klien
        • Perlihatkan rasa empati(datang dengan menyentuh klien)
        R/: Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang diberikan
      • Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya perlahan, tenang seta gunakan kalimat yang jelas, singkat mudah dimengerti
        R/: Meingkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi untuk penyakit tersebut sehingga klien lebih kooperatif
      • Singkirkan stimulasi yang berlebihan misalnya :

        • Tempatkan klien diruangan yang lebih tenang
        • Batasi kontak dengan orang lain /klien lain yang kemungkinan mengalami kecemasan
        R/: Dengan menghilangkan stimulus yang mencemaskan akan meningkatkan ketenangan klien.
      • Observasi tanda-tanda vital
        R/: Mengetahui perkembangan klien secara dini.
      • Bila perlu, kolaborasi dengan tim medis
        R/: Obat dapat menurunkan tingkat kecemasan klien


    3. Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi (penumpukan secret hidung) sekunder dari peradangan sinus
      Tujuan : Jalan nafas efektif setelah secret (seous, purulen) dikeluarkan
      Kriteria hasil :

      • Klien tidak bernafas lagi melalui mulut
      • Jalan nafas kembali normal terutama hidung

      Intervensi :


      • Kaji penumpukan secret yang ada
        R/: Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya
      • Observasi tanda-tanda vital
        R/: Mengetahui perkembangan klien sebelum dilakukan operasi
      • Koaborasi dengan tim medis untuk pembersihan sekret
        R/: Kerjasama untuk menghilangkan penumpukan secret/masalah
       




    semoga bermanfaat......!!!!!!!!!!!!!!
    kumpilan askep klik disini